Lemang disebut juga lamang oleh masyarakat Minang. Di Minangkabau, tidak jarang ditemukan malamang atau membuat lemang setiap perayaan-perayaan besar umat Islam. Hal ini pada awalnya disebabkan oleh seorang ulama terkenal di Pariaman, Sumatera Barat yang mengajak masyarakat untuk tidak lagi mengonsumsi makanan-makanan haram menurut ajaran Islam.
Dahulu kala ada seorang ulama yang berasal dari Pariaman yang berkunjung ke rumah-rumah orang untuk menyebarkan ajaran agama Islam bernama Syekh Burhanuddin. Saat beliau berkunjung ke rumah-rumah orang, ia seringkali disambut dengan jamuan hidangan haram seperti rendang tikus, gulai babi, dan ular goreng. Hal ini membuat Syekh mengajarkan cara membuat lemang sebagai makanan halal pada waktu berkunjung ke rumah orang-orang sehingga masyarakat tidak lagi memakai peralatan memasak yang telah digunakan untuk memasak makanan-makanan haram.
Syekh pun mengambil ruas bambu yang belum disentuh siapapun, memasukan beras dan air ke bagian dalamnya yang telah dilapisi dengan daun pisang agar tidak terkena serbuk bambu, lalu memasaknya dengan cara dibakar. Proses memasak ini pun ditiru oleh masyarakat sekitar dan menjadi kebiasaan orang Pariaman untuk membuatnya setiap perayaan-perayaan, khususnya perayaan hari besar umat Islam.