Pada 24 Juli 2019, di Universitas Surya, Tangerang diadakan acara makan-makan bersama dalam rangka penutupan semester. Mahasiswa-mahasiswi Teknologi Pangan angkatan 2016 dan 2017 menghidangkan berbagai hidangan buatan mereka sendiri berupa makanan-makanan tradisional khas Indonesia dari berbagai wilayah Indonesia yang unik dan jarang orang dengar di wilayah lain hingga produk-produk makanan kering yang dibuat untuk bisnis skala industri rumah tangga. Para hadirin seperti orang tua mahasiswa, para dosen, staff universitas dan mahasiwa-mahasiswi sekalian dapat mencicipi masing-masing hidangan tersebut.
Ada nasi tumpeng lengkap dengan lauk-pauknya seperti sambal kentang, tempe orek, telur balado, bihun, sayur urap, dan ingkung ayam yang merupakan makanan khas Jawa. Ada lemang yang lengkap bersama dengan tapainya, sebagai makanan khas Melayu. Ada juga dihidangkan masakan ikan patin dalam bambu, yang cara memasaknya sama seperti lemang, yaitu memasukan bahan-bahan kedalam bambu lalu dibakar.
Tumpeng Jawa |
Ingkung Ayam |
Lemang |
Patin bakar dalam bambu |
Adapun dihidangkan arsik dan naniura yang keduanya merupakan hidangan ikan khas Batak. Keduanya sama-sama menggunakan banyak rempah-rempah, bumbunya hampir mirip, terutama kunyit. Bedanya, cara membuat arsik itu ikannya dikukus atau direbus, sementara naniura tidak diberi perlakuan pemanasan apapun. Naniura juga dibuat menggunakan asam jungga yang tidak dipakai dalam pembuatan arsik. Asam jungga dapat membunuh mikroba patogen yang tidak tahan terhadap asam. Rempah-rempah yang digunakan juga memiliki zat antimikroba yang dapat membunuh bakteri patogen pada ikan sehingga naniura aman untuk dikonsumsi.
Arsik (kiri) dan naniura (kanan) |
Turut pula disajikan papeda beserta ikan kuah kuningnya yang merupakan makanan khas Papua. Lalu ada juga sop Konro yang merupakan makanan khas Makassar, dan ada Kaledo yang merupakan makanan khas suku Kaili, khususnya di Palu dan Donggala. Kaledo dimakan bersama singkong dan perasan jeruk nipis.
Papeda dan ikan kuah kuning |
Sop konro |
Kaledo |
Sementara itu, produk-produk olahan industri rumah tangga yang dipamerkan adalah empal batokok, lempok durian (mirip dodol durian tetapi dibuat tanpa tepung), dan sambal lingkung (abon ikan). Dengan diadakannya acara ini, para hadirin tidak hanya dapat mencicipi makanan-makanan lezat khas Indonesia, melainkan juga dapat memperluas wawasan pengetahuan tentang makanan Indonesia dan turut serta melestarikan makanan-makanan khas Indonesia.
Sambal lingkung |
Nasi yang diberi empal batokok |
Lempok durian |
Foto bersama dosen dan para orang tua |
Ada 2 macam bentuk pengaruh budaya negara-negara lain terhadap suatu negara. Berdasarkan ruangguru.com, asimilasi adalah salah satu bentuk penerimaan atau penyesuaian masyarakat terhadap perubahan sosial atau budaya baru yang datang. Asimilasi menyebabkan ciri khas budaya asli hilang dan terbentuknya unsur budaya baru akibat berpadunya unsur-unsur budaya luar dengan unsur-unsur budaya lokal.
Seperti yang telah saya tulis di postingan sebelumnya, makanan-makanan yang ada di Indonesia saat ini juga tercipta karena adanya pengaruh dari bangsa-bangsa lain yang datang ke Nusantara. Sebagai contoh makanan hasil asimilasi budaya luar adalah rendang. Rendang memiliki ciri khas menggunakan banyak rempah-rempah seperti pada masakan-masakan India. Akan tetapi, rendang tidak berasal dari India, melainkan dari Padang, Sumatera Barat.
Sementara itu, akulturasi adalah percampuran dua kebudayaan atau lebih, atau proses berpengaruhnya budaya asing terhadap budaya lokal sehingga sebagian masyarakat lokal dapat menerima dan menerapkan budaya asing tersebut dan sebagian lagi menolak. Di dunia kuliner, akulturasi budaya dapat dilihat pada makanan-makanan seperti bakcang. Bakcang adalah makanan khas tradisional China. Akan tetapi karena banyaknya masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia, maka bakcang pun menjadi makanan khas Indonesia juga dan tidak menjadi sesuatu makanan yang baru atau berbeda dari bakcang asli di China.
Jamba gadang adalah 1 paket makanan yang terdiri dari 1 mangkuk nasi yang ditutup daun, kemudian
diatasnya terdapat piring berisi lamang (biasanya disediakan lengkap bersama tapainya), galamai dan kalio daging yang juga
ditutup daun, kemudian disamping mangkuk nasi terdapat makanan pendamping
seperti 1 ekor ikan pindang atau pangek, 1 mangkuk gulai cubadak, perkedel,
pinyaram dan kue bolu. Semuanya disusun diatas talam dan ditutup dengan tudung
saji lalu ditutup lagi dengan dulamak
(kain dengan sulaman benang emas). Jamba ini dibawa setiap kali ada acara makan bajamba / makan bersama yang diadakan setiap perayaan besar, seperti tradisi mengunjungi rumah mertua, manjapuik marapulai, ataupun perayaan hari-hari raya agama Islam bagi masyarakat suku Minangkabau.
Membawa ataupun menghidangkan lemang saat mengunjungi rumah orang atau saat ada pesta / perayaan sudah menjadi kebiasaan masyarakat suku Minangkabau. Sebagai contoh, menantu yang membawa lemang untuk mertua pada saat kunjungan akan lebih dihargai. Hal ini disebabkan karena proses pembuatan lemang rumit. Persiapan untuk membuat lemang membutuhkan waktu yang lama dan melibatkan banyak orang dalam proses pembuatannya. Bila lemang tidak ada, biasanya akan dijadikan bahan omongan/ gosip oleh tamu yang dihidangkan sajian makanan/ tamu yang dikunjungi rumahnya.
Lemang rasanya asin dan gurih. Tetapi sangat membosankan bila dimakan tanpa lauk-pauk atau manisan. Tapai ketan hitam yang rasanya manis, asam, dan pahit dari alkohol cocok bila dimakan bersama lemang sehingga rasanya menjadi lengkap (ada manis, asin, asam, pahit, dan gurih). Dengan demikian, sebagian besar masyarakat Minang menganggap lemang tidak lengkap bila tidak dimakan bersama dengan tapai. Dengan demikianlah lemang biasa disajikan dengan tapai dan dikenal sebagai satu hidangan yang disebut lamang tapai.
Wanita yang membawa jamba diatas kepalanya. Sumber: wikipedia.org |
Lemang rasanya asin dan gurih. Tetapi sangat membosankan bila dimakan tanpa lauk-pauk atau manisan. Tapai ketan hitam yang rasanya manis, asam, dan pahit dari alkohol cocok bila dimakan bersama lemang sehingga rasanya menjadi lengkap (ada manis, asin, asam, pahit, dan gurih). Dengan demikian, sebagian besar masyarakat Minang menganggap lemang tidak lengkap bila tidak dimakan bersama dengan tapai. Dengan demikianlah lemang biasa disajikan dengan tapai dan dikenal sebagai satu hidangan yang disebut lamang tapai.
Budaya Makanan
Pengaruh Budaya Melayu, Tionghoa (China), India, dan Eropa di Indonesia Ditinjau dari Makanan Tradisionalnya
1:51 AM
Makanan-makanan khas yang ada di Indonesia saat ini, merupakan makanan-makanan yang diciptakan oleh berbagai suku dan ada juga yang menggunakan bahan-bahan yang tidak asli dari Indonesia ataupun dipengaruhi budaya masyarakat dari luar Indonesia.
Sebagai contoh, makanan-makanan di Aceh sangat dipengaruhi oleh bumbu-bumbu India, misalnya mie Aceh yang aromanya khas kari dan kopi Aceh yang teknik pembuatannya sama seperti di India. Asam sunthi, daun gegareng, dan temurui yang digunakan dalam masakan-masakan Aceh juga digunakan dalam masakan India.
Masakan di Riau, Bangka Belitung, dan Lampung banyak dipengaruhi oleh budaya China dilihat dari adanya makanan fermentasi seperti belacan. Belacan ini di Jawa disebut sebagai terasi karena pengaruh aksen Inggris. Ada perbedaan antara terasi Lampung dan terasi Bangka. Terasi Lampung cenderung lebih encer, sedangkan terasi Bangka cenderung lebih kering (padat seperti pasta).
Di Bangka Belitung, daratannya banyak pasir sehingga tumbuhan hampir habis dan banyak hewan seperti cacing wak-wak yang biasanya dikeringkan, lalu diasinkan dan dijadikan seperti mie. Sementara karena berada di daerah pesisir Pulau Sumatera, makanannya pun sebagian besar berbahan dasar hewan laut (seafood), misalnya bekasang dan rusip (ikan teri dimasukkan ke botol, dikasih garam dan terkadang ditambah cuka sedikit).
Ada 2 macam sub-suku Tionghoa yang ada di Indonesia, yaitu Hakka dan Hokkian. Masyarakat Tionghoa di Bangka, sebagian besar merupakan Tionghoa Hakka; sedangkan di Medan (Sumatera Utara), sebagian besar merupakan Tionghoa Hokkian. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan aksen dan dialek bahasanya. Makanan-makanan khas yang ada di Medan hingga saat ini merupakan hasil perpaduan budaya Melayu dan Tionghoa Hokkian, contoh chi cong fan, kwetiau, dan laksa.
Cara masak kopi Medan juga sama seperti kopi Aceh, yaitu bubuk kopi diseduh, disaring pakai saringan yang panjangnya seperti kaus kaki panjang dan ditampung, kemudian disaring dan ditampung di wadah lain dengan gerakan seperti akrobat (terkadang ada gosip kalau ditambah ganja karena rasanya bikin nagih).
Kecombrang / onje / rias yang banyak terdapat di daerah Medan, banyak juga terdapat di daerah Jawa Barat. Hidangan ikan di Jawa Barat kebanyakan menggunakan ikan darat/ ikan air tawar seperti Gurame, Mujair dan Nila yang dijadikan pepes memakai daun belinjo, daun kemangi, dsb.
Wilayah Betawi juga dulunya merupakan wilayah pelabuhan terkenal yang disebut sebagai Sunda Kelapa / Batavia, tempat perahu-perahu besar dari berbagai wilayah bersinggah. Makanan-makanan khas Betawi pun bumbunya sangat beraneka dan campur aduk karena merupakan hasil perpaduan budaya Tionghoa, Bugis/ Makassar, Sumatera, Melayu, dan Eropa. Misalnya, gado-gado, pecel, ketoprak, soto Betawi, sayur asem.
Di Banten, masakan-masakannya adalah khas suku Sunda, yaitu lalapan, pepes, dan sate Bandeng (ikan Bandeng diambil dagingnya, disuwir, dicampur tepung, dimasukkin lagi ke badan ikan terus ditusuk pakai bambu).
Sementara itu, di daerah Jawa Tengah hingga Jawa Timur, makanan-makanannya merupakan hasil perpaduan budaya makanan Tionghoa dan Arab dilihat dari jenis makanannya yang banyak sup dan soto daging. Misalnya di Cirebon ada empal gentong dan cumi kuah hitam. Di Kudus ada soto Kudus, dan di Semarang ada Lumpia Semarang.
Banyumas terkenal akan mendoan dan sroto sokka. Di Tegal dan Pekalongan, banyak soto yang disebut sauto.
Ada cerita mengenai asal usul lumpia Semarang. Dahulu kala ada seorang laki-laki pendatang dari daerah China yang membuat lumpia di Semarang. Akan tetapi, ternyata di Semarang sudah ada seorang wanita yang juga lihai membuat lumpia. Akhirnya sang pria dan wanita tersebut saling bersaing membuat lumpia di Semarang. Lama-lama sang pria dan wanita pun saling jatuh cinta, kemudian akhirnya menikah dan membuat lumpia bersama.
Di Solo (Surakarta) ada nasi liwet (kayak nasi campur China), sup-supan seperti tengkleng solo, gulai, dan timlo solo (mirip Chinese soup). Kemudian ada juga bestik Solo yang tercipta karena pengaruh bangsa Eropa.
Di Jogjakarta juga ada gudeg (perpaduan pengaruh berbagai suku), bakpia yang merupakan pengaruh dari kue Pia Tionghoa, Bakmi Jawa (mie pertama kali diciptakan oleh orang China), dan Buntil (petai Cina yang dicampur kelapa pakai beberapa jenis bambu, dibungkus daun, terkadang ada yang menambahkan telur agar menyatu, lalu dikukus).
Di Blora juga ada sate Blora, sate juga terdapat banyak di China dan Jepang. Sate Blora ini dagingnya besar-besar, ditusuk pakai bambu dan dimakan pakai kuah.
Di Surabaya (Jawa Timur) banyak rawon, soto Ambengan, petis, rujak cingur, kupang (kerang kecil). Di Madura ada Bubur Madura dan Sate Madura.
Bali terkenal akan bumbu Bali dan sambal Matah (pemakaian banyak rempah-rempah dalam masakannya dan banyaknya umat beragama Hindu menunjukkan pengaruh budaya India yang sangat kental). Lombok terkenal akan ayam Taliwang-nya. Tadinya ayam Taliwang dibuat oleh orang dari Sumba yang kemudian berpindah dan menetap di Lombok sehingga akhirnya ayam ini terkenal di Lombok.
Di Pontianak, Kalimantan Barat juga banyak masyarakat Tionghoa Hakka, contoh makanan yang dipengaruhi budaya Tionghoa ini adalah tau suan dan soto Banjar.
Kalimantan Timur (Samarinda, Balikpapan), terkenal akan kepiting-kepiting lunaknya, meski demikian, mereka tidak ada makanan khasnya. Orang Jakarta yang mampir kesini banyak membeli kepiting tersebut.
Sulawesi Selatan terkenal akan Es Palu Butung, Coto Makassar, dan Sop Konro. Maluku adalah wilayah pertama di Indonesia yang disinggahi bangsa Portugis untuk mencari buah pala. Belanda juga datang ke wilayah ini setelah bangsa Portugis untuk berebut buah pala.
Di Timor-Timur, banyak orang Sunda yang berjualan sate, masakan-masakannya mirip masakan Sunda.
Demikianlah dari macam-macam makanan yang disebutkan di setiap daerahnya menunjukkan budaya makanan di Indonesia mendapat pengaruh dari budaya makanan Melayu, Tionghoa (China), India, dan Eropa.
Kue Ang Ku - Kue khas China yang menjadi makanan tradisional di Indonesia. Sumber: vulcanpost.com |
Sebagai contoh, makanan-makanan di Aceh sangat dipengaruhi oleh bumbu-bumbu India, misalnya mie Aceh yang aromanya khas kari dan kopi Aceh yang teknik pembuatannya sama seperti di India. Asam sunthi, daun gegareng, dan temurui yang digunakan dalam masakan-masakan Aceh juga digunakan dalam masakan India.
Masakan di Riau, Bangka Belitung, dan Lampung banyak dipengaruhi oleh budaya China dilihat dari adanya makanan fermentasi seperti belacan. Belacan ini di Jawa disebut sebagai terasi karena pengaruh aksen Inggris. Ada perbedaan antara terasi Lampung dan terasi Bangka. Terasi Lampung cenderung lebih encer, sedangkan terasi Bangka cenderung lebih kering (padat seperti pasta).
Di Bangka Belitung, daratannya banyak pasir sehingga tumbuhan hampir habis dan banyak hewan seperti cacing wak-wak yang biasanya dikeringkan, lalu diasinkan dan dijadikan seperti mie. Sementara karena berada di daerah pesisir Pulau Sumatera, makanannya pun sebagian besar berbahan dasar hewan laut (seafood), misalnya bekasang dan rusip (ikan teri dimasukkan ke botol, dikasih garam dan terkadang ditambah cuka sedikit).
Ada 2 macam sub-suku Tionghoa yang ada di Indonesia, yaitu Hakka dan Hokkian. Masyarakat Tionghoa di Bangka, sebagian besar merupakan Tionghoa Hakka; sedangkan di Medan (Sumatera Utara), sebagian besar merupakan Tionghoa Hokkian. Hal ini dapat dilihat dari perbedaan aksen dan dialek bahasanya. Makanan-makanan khas yang ada di Medan hingga saat ini merupakan hasil perpaduan budaya Melayu dan Tionghoa Hokkian, contoh chi cong fan, kwetiau, dan laksa.
Cara masak kopi Medan juga sama seperti kopi Aceh, yaitu bubuk kopi diseduh, disaring pakai saringan yang panjangnya seperti kaus kaki panjang dan ditampung, kemudian disaring dan ditampung di wadah lain dengan gerakan seperti akrobat (terkadang ada gosip kalau ditambah ganja karena rasanya bikin nagih).
Kecombrang / onje / rias yang banyak terdapat di daerah Medan, banyak juga terdapat di daerah Jawa Barat. Hidangan ikan di Jawa Barat kebanyakan menggunakan ikan darat/ ikan air tawar seperti Gurame, Mujair dan Nila yang dijadikan pepes memakai daun belinjo, daun kemangi, dsb.
Wilayah Betawi juga dulunya merupakan wilayah pelabuhan terkenal yang disebut sebagai Sunda Kelapa / Batavia, tempat perahu-perahu besar dari berbagai wilayah bersinggah. Makanan-makanan khas Betawi pun bumbunya sangat beraneka dan campur aduk karena merupakan hasil perpaduan budaya Tionghoa, Bugis/ Makassar, Sumatera, Melayu, dan Eropa. Misalnya, gado-gado, pecel, ketoprak, soto Betawi, sayur asem.
Di Banten, masakan-masakannya adalah khas suku Sunda, yaitu lalapan, pepes, dan sate Bandeng (ikan Bandeng diambil dagingnya, disuwir, dicampur tepung, dimasukkin lagi ke badan ikan terus ditusuk pakai bambu).
Sementara itu, di daerah Jawa Tengah hingga Jawa Timur, makanan-makanannya merupakan hasil perpaduan budaya makanan Tionghoa dan Arab dilihat dari jenis makanannya yang banyak sup dan soto daging. Misalnya di Cirebon ada empal gentong dan cumi kuah hitam. Di Kudus ada soto Kudus, dan di Semarang ada Lumpia Semarang.
Banyumas terkenal akan mendoan dan sroto sokka. Di Tegal dan Pekalongan, banyak soto yang disebut sauto.
Ada cerita mengenai asal usul lumpia Semarang. Dahulu kala ada seorang laki-laki pendatang dari daerah China yang membuat lumpia di Semarang. Akan tetapi, ternyata di Semarang sudah ada seorang wanita yang juga lihai membuat lumpia. Akhirnya sang pria dan wanita tersebut saling bersaing membuat lumpia di Semarang. Lama-lama sang pria dan wanita pun saling jatuh cinta, kemudian akhirnya menikah dan membuat lumpia bersama.
Di Solo (Surakarta) ada nasi liwet (kayak nasi campur China), sup-supan seperti tengkleng solo, gulai, dan timlo solo (mirip Chinese soup). Kemudian ada juga bestik Solo yang tercipta karena pengaruh bangsa Eropa.
Di Jogjakarta juga ada gudeg (perpaduan pengaruh berbagai suku), bakpia yang merupakan pengaruh dari kue Pia Tionghoa, Bakmi Jawa (mie pertama kali diciptakan oleh orang China), dan Buntil (petai Cina yang dicampur kelapa pakai beberapa jenis bambu, dibungkus daun, terkadang ada yang menambahkan telur agar menyatu, lalu dikukus).
Di Blora juga ada sate Blora, sate juga terdapat banyak di China dan Jepang. Sate Blora ini dagingnya besar-besar, ditusuk pakai bambu dan dimakan pakai kuah.
Di Surabaya (Jawa Timur) banyak rawon, soto Ambengan, petis, rujak cingur, kupang (kerang kecil). Di Madura ada Bubur Madura dan Sate Madura.
Bali terkenal akan bumbu Bali dan sambal Matah (pemakaian banyak rempah-rempah dalam masakannya dan banyaknya umat beragama Hindu menunjukkan pengaruh budaya India yang sangat kental). Lombok terkenal akan ayam Taliwang-nya. Tadinya ayam Taliwang dibuat oleh orang dari Sumba yang kemudian berpindah dan menetap di Lombok sehingga akhirnya ayam ini terkenal di Lombok.
Di Pontianak, Kalimantan Barat juga banyak masyarakat Tionghoa Hakka, contoh makanan yang dipengaruhi budaya Tionghoa ini adalah tau suan dan soto Banjar.
Kalimantan Timur (Samarinda, Balikpapan), terkenal akan kepiting-kepiting lunaknya, meski demikian, mereka tidak ada makanan khasnya. Orang Jakarta yang mampir kesini banyak membeli kepiting tersebut.
Sulawesi Selatan terkenal akan Es Palu Butung, Coto Makassar, dan Sop Konro. Maluku adalah wilayah pertama di Indonesia yang disinggahi bangsa Portugis untuk mencari buah pala. Belanda juga datang ke wilayah ini setelah bangsa Portugis untuk berebut buah pala.
Di Timor-Timur, banyak orang Sunda yang berjualan sate, masakan-masakannya mirip masakan Sunda.
Demikianlah dari macam-macam makanan yang disebutkan di setiap daerahnya menunjukkan budaya makanan di Indonesia mendapat pengaruh dari budaya makanan Melayu, Tionghoa (China), India, dan Eropa.
Ingkung ayam merupakan salah satu makanan yang hadir dalam berbagai upacara tradisional masyarakat Jawa bersama dengan tumpeng. Ingkung ayam ini biasanya disajikan sebagai sesaji. Sesaji dipersembahkan kepada Tuhan sebagai ucapan syukur sehingga selalu dihidangkan pada acara syukuran seperti acara untuk anak yang baru naik kelas atau perayaan adanya kelahiran.
Sebelum dimasak menjadi ingkung ayam, ayam dibersihkan dulu dari bulu-bulu dan jeroannya sebagai simbol bahwa manusia harus menyucikan diri dulu luar dan dalam dari sifat-sifat buruk. Kemudian, ayam terlebih dahulu diikat pada bagian kepala, sayap, dan kakinya sebagai simbol bahwa sifat buruk manusia harus diikat agar tidak kembali melakukan hal buruk. Selain itu, ayam diikat dengan posisi seperti sedang berdoa.
Ayam yang diikat menandakan manusia yang sudah dibersihkan dan sudah kembali suci harus duduk diam dan berdoa untuk mohon petunjuk dari Tuhan. Ayam yang sudah diikat akan terlihat seperti manusia yang sedang sholat karena bagian kepalanya menunduk. Posisi ayam ini diartikan sebagai manusia harus berserah diri pada Tuhan. Ingkung ayam juga dapat diartikan sebagai simbol untuk memohon kepada Gusti Allah supaya dijauhkan dari dosa dan kesalahan, serta menunjukkan sifat pasrah, berbakti dan tunduk kepada Gusti Allah.
Ingkung Goreng. Sumber: http://ingkungkuali.com |
Papeda adalah makanan khas Papua yang terbuat dari tepung sagu yang dicampur dengan air panas sehingga terbentuk suspensi yang lengket. Papeda biasanya dimakan bersama dengan ikan kuah kuning, yaitu ikan yang dimasak dengan sayuran dan kuah kuning yang memiliki rasa asam dan sedikit pedas. Cara menikmati papeda adalah dengan menggulung papeda lengket dengan sumpit atau gata-gata (garpu bambu) dan mencelupkannya ke dalam kuah ikan.
Ikan kuah kuning, papeda, dan gata-gata. Sumber: indonesiakaya.com |
Banyaknya pohon sagu di Papua menyebabkan papeda menjadi makanan pokok mereka. Bagi masyarakat pesisir, terutama Sentani, papeda dijadikan alat untuk berdamai. Papeda itu sendiri merupakan singkatan dari Papua Penuh Damai. Ketika ingin berdamai setelah terjadi pertikaian, biasanya dilakukan makan bersama. Dalam acara makan bersama tersebut, papeda disajikan dalam wadah besar sehingga semua orang yang hadir dapat menikmati papeda bersama-sama.
Papeda sering disajikan di berbagai upacara di Raja Ampat (ujung barat laut lempeng kepala burung di Papua Barat), misalnya Watani Kame dan pernikahan. Watani Kame adalah upacara untuk memperingati berakhirnya siklus kematian seseorang. Di upacara perkawinan, papeda dijadikan persembahan dari keluarga wanita. Papeda akan dikonsumsi oleh kedua mempelai sebagai simbol bahwa pernikahan mereka resmi. Mereka percaya bahwa sagu dalam papeda memiliki peran sebagai mediator antara bumi dan rakyatnya yang dapat memberikan kesuburan bagi seseorang.
Di Inanwatan, Papua, papeda dihidangkan pada upacara kelahiran anak pertama dan dihidangkan bersama dengan lauk sepert daging babi. Di Pulau Seram (Maluku), papeda dijadikan sebagai hidangan pada perayaan ritual suci pubertas perempuan oleh etnis nuaulu. Sementara bagi etnis hualu, wanita menstruasi yang memasak papeda dianggap tabu karena wanita menstruasi dianggap kotor.
Papeda sering disajikan di berbagai upacara di Raja Ampat (ujung barat laut lempeng kepala burung di Papua Barat), misalnya Watani Kame dan pernikahan. Watani Kame adalah upacara untuk memperingati berakhirnya siklus kematian seseorang. Di upacara perkawinan, papeda dijadikan persembahan dari keluarga wanita. Papeda akan dikonsumsi oleh kedua mempelai sebagai simbol bahwa pernikahan mereka resmi. Mereka percaya bahwa sagu dalam papeda memiliki peran sebagai mediator antara bumi dan rakyatnya yang dapat memberikan kesuburan bagi seseorang.
Di Inanwatan, Papua, papeda dihidangkan pada upacara kelahiran anak pertama dan dihidangkan bersama dengan lauk sepert daging babi. Di Pulau Seram (Maluku), papeda dijadikan sebagai hidangan pada perayaan ritual suci pubertas perempuan oleh etnis nuaulu. Sementara bagi etnis hualu, wanita menstruasi yang memasak papeda dianggap tabu karena wanita menstruasi dianggap kotor.