Kedaulatan benih, ketahanan pangan: Perempuan dalam barisan depan perlawanan terhadap GMO dan perusahaan pertanian
3:01 AM
Kedaulatan pangan (food sovereignty), sebagai alternatif kritis terhadap konsep
ketahanan pangan, secara luas didefinisikan sebagai hak masyarakat lokal untuk
mengendalikan sistem pangan mereka sendiri, termasuk pasar, sumber daya
ekologi, budaya makanan, dan metode produksi. Konsep ini berawal dari koalisi
Internasional dari petani, perempuan pedesaan, dan masyarakat pribumi yang
mengadakan pertemuan untuk membahas keprihatinan mereka bersama mengenai dampak
dari sistem pertanian pangan global terhadap mata pencaharian, komunitas, dan
ekologi mereka. Berkembangnya industri agrikultur dan globalisasi yang menekankan pada
komoditas ekspor dan tanaman transgenik, semakin membentuk agrikultur dan
pasokan makanan dunia yang berdampak pada ekonomi, sosial, dan ekologis.
Paradigma industri dalam memproduksi makanan sudah tidak layak
dikarenakan tidak berasal dari peternakan dan perkebunan, melainkan dari laboratorium
yang memproduksi alat perang. Bahan-bahan kimia yang awalnya digunakan untuk
membuat bom atau senjata kimia digunakan untuk membuat pupuk dan pestisida.
Pengenalan bahan kimia yang agresif di sektor pertanian India dikenal sebagai
Revolusi Hijau. Revolusi Hijau membuat varietas tanaman menjadi seragam,
sehingga mendorong masyarakat ke dalam krisis, dan kerusakan lingkungan
menyebabkan kelaparan meningkat. Kemudian munculah pendapat untuk memodifikasi
organisme secara genetik (GMO) dengan tujuan untuk mengurangi kelaparan.
Kumpulan mitos pun muncul memperkuat dukungan praktik GMO, seperti GMO merupakan sebuah penemuan dari suatu korporasi, sehingga dapat dipatenkan dan dimiliki; rekayasa genetika lebih akurat dan tepat dibandingkan dengan perkembangbiakan secara konvensional; GMO sama dengan organisme alami, oleh karena itu dianggap aman; GMO disebut sebagai sains mutakhir, kritik mengenai GMO adalah anti-sains; GMO meningkatkan jumlah produksi dan merupakan jawaban dari kelaparan dunia; GMO mengurangi penggunaan bahan kimia sehingga menguntungkan lingkungan; GMO mempromosikan “free market” dan “free trade”.
Kumpulan mitos pun muncul memperkuat dukungan praktik GMO, seperti GMO merupakan sebuah penemuan dari suatu korporasi, sehingga dapat dipatenkan dan dimiliki; rekayasa genetika lebih akurat dan tepat dibandingkan dengan perkembangbiakan secara konvensional; GMO sama dengan organisme alami, oleh karena itu dianggap aman; GMO disebut sebagai sains mutakhir, kritik mengenai GMO adalah anti-sains; GMO meningkatkan jumlah produksi dan merupakan jawaban dari kelaparan dunia; GMO mengurangi penggunaan bahan kimia sehingga menguntungkan lingkungan; GMO mempromosikan “free market” dan “free trade”.
Perusahaan-perusahaan besar
meningkatkan dominasinya di sektor pertanian melalui sentralisasi, monokultur,
komodifikasi dan kontrol perusahaan demi mendapatkan keuntungan besar melalui
kepemilikan benih dan penjualan bahan kimia. Sekarang, perempuan kembali menjadi pelopor untuk mempertahankan
kebebasan menanam dan kedaulatan pangan, melalui paten pada bibit yang terkait
dengan rekayasa genetika. Mereka memimpin gerakan untuk mengubah praktik dan
paradigma ini. Berikut ini ialah contoh beberapa negara yang sudah mulai menciptakan
pertanian bebas bahan kimia, telah berhasil mengurangi kasus kelaparan,
meningkatkan kesejahteraan petani, serta mengajak perempuan untuk ikut berkarya
dan mengambil bagian dari bidang pertanian:
1. Peru
ANPE Peru atau National Association of
Ecological Producers of Peru merupakan organisasi yang bekerja pada
advokasi agroekologi dan mengembangkan kapasitas untuk praktik agroekologi
terbaik, akses pasar lokal, kepemimpinan, dan pemberdayaan. Perempuan mengambil
peran penting pada perkembangan ANPE karena petani perempuan adalah ahli
konservasi sumber daya genetik, menangani agro-biodiversitas, dan bertanggung
jawab atas benih di tingkat keluarga dan masyarakat.
2. Bangladesh
Adanya gerakan "Nayakrishi Andolon" yang merupakan gerakan di bidang
pertanian berbasis keanekaragaman hayati dengan cara tidak menggunakan pestisida
dan pupuk kimia, manajemen tanah, mixed cropping, dan rotasi tanaman
untuk manajemen hama dan pengurangan risiko. Pada gerakan ini, perempuan menjadi kunci utama untuk
memelihara benih dengan cara menanam benih dengan skala rumah tangga. Pada saat
musim tanam, semua varietas yang tersedia ditanam kembali dan dikumpulkan untuk
dikonversi untuk musim berikutnya. Pemeliharaan bibit ini diatur
oleh Community Seed Wealth (CSW) dengan dua prinsip pembibitan, yaitu harus
menggunakan bahan-bahan lokal dan pemeliharaan harus mencerminkan
praktek konversi rumah tangga. Syarat untuk mendapatkan benih dari CSW adalah
setelah panen harus mengembalikan benih sebanyak dua kali lipat yang diterima.
3. Amerika
Terbentuknya koalisi nasional dari para ibu yang berkomitmen untuk memberdayakan jutaan orang dalam rangka mengedukasi mengenai GMO dan pestisida, pelabelan GMO, serta menawarkan solusi bebas GMO. Koalisi ini diberi nama Moms Across America. Perjuangan ini berawal ketika para ibu menemukan bahwa anak-anak mereka mengalami berbagai gejala penyakit yang aneh.
Referensi
Shiva, V. 2016. Seed sovereignty, food security: Women in the Vanguard of the fight against GMOs and corporate agriculture. California, USA: North Atlantic Books.
0 comments